Kamis, 14 Januari 2010

Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah orientasi hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati.

Dan kata Allah swt., “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran)

Cinta terhadap keindahan dan kenikmatan dunia adalah sesuatu yang menjadi ciri khas makhluk Allah yang bernama manusia. Allah berfirman:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)

Demikianlah watak asli manusia, sehingga tidak ayal lagi hal itulah yang banyak menjerumuskan manusia sehingga hatinya terkait dengan dunia padahal tidak dipungkiri lagi keterkaitan hati dengan dunia merupakan fitnah sekaligus musibah yang menimpa umat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

{ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ }

“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah bagi umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi dalam Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)

Karena itu pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah saw., “Sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah bisa diketahui akan menjadi apakah ia.” (Thabrani)

{ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ }

“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)\

Dengan memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari orientasi ke hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

DOWNLOAD AL QURAN MP3

http://freequranmp3.com/quran_mp3_sudais_4.html
"Tidakkah kau tahu wahai Muhammad, bahwa barang siapa yangmenyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat seseorang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku bisa pastikan bahwa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku."

(dari Muadz bin Jabal dari Ibn Abbas dalam sebuah hadits yang panjang

Sabtu, 09 Januari 2010



Iman di dalam hati kita bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu . Bak gelombang air laut yang kadang pasang naik dan kadang pasang surut.

Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam kebaikan, kita beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu membuat kita ada di luar koridor ajaran Rasulullah SAW, kita celaka. Rasulullah saw. Bersabda:

“Engkau mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang KELEMAHANNYA tertuju pada SUNNAHKU, maka dia telah BERUNTUNG. Dan, siapa yang KELEMAHANNYA tertuju kepada SELAIN ITU (di luar sunnah Rasul), maka dia telah BINASA.” (HR. Ahmad)

Begitulah kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, HATI dalam bahasa Arab 'QALBAN' yang berarrti SELALU BERUBAH-UBAH (at-taqallub) DENGAN CEPAT. Rasulullah saw. berkata,:

“Dinamakan HATI karena PERUBAHANNYA. Sesungguhnya hati itu ialah laksana BULU yang MENEMPEL di PANGKAL POHON yang diubah oleh hembusan ANGIN secara TERBALIK.” (HR. Ahmad dalam Shahihul Jami’ no. 2365)

Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw. menetapkan hati kita dalam ketaatan.

“Ya Allah Yang membolak-balikkan hati-hati manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (Muslim no. 2654)

Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita senantiasa memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. Bersabda :

“Sesungguhnya IMAN itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana PAKAIAN yang dijadikan, maka MEMOHONLAH kepada Allah agar DIA MEMPERBAHARUI IMAN di dalam hatimu.” (Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di Al-Kabir)

Bagaimana cara memperbaharui iman? Ada 20 sarana yang bisa kita lakukan, yaitu sebagai berikut.

1. Perbanyaklah Menyimak Ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi hati manusia.

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi OBAT dan RAHMAT bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al-Isra’: 82).

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya..." (QS. Al-Anfal:2)

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, “Caranya ada dua macam: pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur’an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.”

2. Rasakan keagungan Allah dengan mempelajari alam ciptaannya.

Al-Qur’an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah SWT. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma’ul husna). Dialah Al-’Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth’ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berakal (ulul albab). Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami , tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha suci Engkau , maka lindungilah kami dari siksa neraka..."
" (Ali Imran :190-191)

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, “Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (Az-Zumar: 67)

3. Belajar Ilmu ....

Bersambung....